Kita tak pernah saling mengenal sebelumnya
hanya sesekali terlintas saat mereka berlarian
tak pernah dengan sengaja kuperhatikan
gerak gerik yang begitu menggemaskan
bukan bermaksud untuk mengiri hati
hanya sedang merindu akan sebuah momentum
momentum saat mereka tertawa bersama
berlari, jatuh, dan saling menertawakan
dunia ini begitu sederhana
bumi mengajarkan kita untuk saling mencinta
dari sebuah energi yang beterbaran di udara
menembus jiwa yang ingin mengembara
sebuah tawa bentuk ketulusan
sebuah canda dari malaikat Tuhan
Tak pernah tersadarkan
Meski mereka ada di banyak tempat
menabur kebahagiaan dan arti sebuah kehidupan
Santi Cuwiss Komodo
Selasa, 05 April 2016
Sabtu, 08 Agustus 2015
Melodiku
Lembar demi lembar cerita telah aku
jalani. Namun baru saat ini aku dapat menuangkannya. Duniaku kini tak seindah
temaram senja. Tidak juga seperti langit malam yang bertaburan bintang. Waktu
telah memaksaku bepijak dari tempat ternyamanku. Tempat yang selalu menyediakan
tiang untuk membatuku berdiri.
Pernahkah kalian memiliki tempat
ternyaman di bumi? Aku masih ingat saat dahulu belajar Geografi dan melihat
etalase bumi dalam bentuk globe. Sepertinya banyak tempat yang tak akan pernah
habis untuk dijelajahi. Begitulah aku kini. Seorang gadis desa kelahiran Bali
yang kerap dipanggil Kadek. Aku terlahir sebagai gadis biasa nan sederhana.
Aku hanyalah gadis kecil dan mungil.
Bahkan jauh dari jumlah keberanian yang aku punya saat ini. Berkat keringat
yang aku teteskan per harinya akhirnya aku bisa berputar mengelilingi pulauku
dan beberapa daerah di pulau Jawa. Langit terus membimbingku untuk mewujudkan
semuanya.
Kini disinilah aku sedang mengisi
hari-hariku. Di sebuah pemukiman kecil tanah rantauan Bogor melanjutkan jalan
yang kian berliku. Dalam malam yang begitu kelam, aku terahut dalam melodi yang
aku ciptakan. Alunan yang selalu menenangkan hatiku. Sebuah tempat di belahan
bumi ini yang sangat aku cintai.
Tempat itu hanyalah sebuah rumah namun
begitu nyaman bagiku. Tak pernah terpikir waktu begitu singkat merasakan
kenyamannya. Bahkan belum sempat aku menikmatinya. Rumah itu adalah tempat
terindah bagiku. Berbagai jenis malaikat menjadi teman setiaku ditempat itu.
Aku sempat berpikir bahwa ini hanya mimpi atau ini hanya gurauan semata.
Namun semua itu masih terasa nyata.
Setiap manusia pasti pernah merasa begitu sedih ataupun senang yang tak bisa
diungkapkan. Semua itu pula yang aku rasakan. Aku merindukan kebahagian itu.
Perasaan ini tak pernah bisa aku lukiskan. Ini lebih memabukan daripada remaja
yang sedang jatuh cinta. Semua itu hanya berasal dari sebuah ketulusan. Itulah
yang aku rasakan.
Setiap udara yang aku hirup
mengandung beribu gram kasih sayang. Tak pernah aku jumpai sebelumnya
keikhlasan seperti itu. Bagi seorang pendosa sepertiku itu bagaikan hadiah yang
tak pernah ternilai. Malaikatku berwujud sama sepertiku, tanpa sayap, namun
memiliki ketulusan melebihi yang aku miliki.
Dari tanah rantau yang jauh disini,
inginku titipkan sebuah pesan untuk malaikatku. Bagaimana kabarmu kini? Apa
masih ceria seperti dahulu? Bagiaimana kabar burung yang aku titipkan? Atau
untaian daun pepohonanku yang terus tumbuh seiring dengan kasih sayangku.
Waktu telah merenggut ragaku untuk
meninggalkan semuanya namun tak pernah sekalipun jiwaku berpindah. Disini aku
selalu menantikan kabar dari kalian, malaikatku. Semoga kalian tetap sehat dan
panjang umur. Sebuah doa tulus selalu terlantun setiap harinya dari ragaku. Doa
yang sama seperti saat aku dalam sakit, aku takut pada kenyataan, dan doa yang
selalu memberkatiku hingga saat ini.
Tiga tahun sudah kalian menemaniku
walau semua silih berganti. Dimanapun kalian berada saat ini, aku harap kalian
bisa membacanya, malaikatku. Teruslah bersuka cita dan menyebarkannya kepada
saudara yang aku titipkan disana. Sama seperti saat kalian tertawa bersamaku.
Suatu saat nanti, saat langit malam mengizinkanku untuk melepaskan kerinduanku,
aku akan ada disana. Mengunjungi kalian semua malaikatku. Beristirahat sejenak
bersama kenangan yang kita ukir bersama.
Malam akan segera menjemputku
kembali. Terima kasih melodi yang telah menemaniku. Ini hanyalah awal yang akan
terus berlanjut seiring kehidupanku yang terus berputar. Jangan pernah bosan
untuk menemaniku dan terima kasih.
Sabtu, 19 Juli 2014
Sepenggal Kisah
My
quotes:
Hidup
adalah sebuah pilhan. Sometimes the
right things and the hard things are same.
My
story:
Percaya
atau tidak, hidup ini adalah sebuah permainan yang selalu menyediakan pilihan
bagi saya dan mungkin semua orang. Semua orang pasti akan memilih pilihan
terbaik baginya dan secara tidak langsung sebenarnya kita sedang bermain dengan
takdir yang tidak pernah dapat kita tebak.
Suatu
saat kita bisa dihadapkan dengan pilihan yang sangat menyakitkan hingga rasanya
sangat sulit untuk bernapas dan berjalan melalui jalan tersebut. Sebagai
manusia mungkin kita hanya bisa pasrah dan ikhlas terhadap jalan yang telah
kita pilih. Namun percayakah bila syukur dan keikhlasan akan membawa kita pada
kehidupan yang lebih nyaman? Ini mungkin hanya pengalaman saya tetapi saya
berharap bisa menjadi pertimbangan pembaca nantinya. J
Saya
adalah seorang siswi SMA berumur 16 tahun dan sedang menunggu dua bulan lagi
untuk menyambut pintu kedewasaan (begitu sih
kata orang-orang yang telah menginjak angka 17). Hidup saya memang tidak
seperti kehidupan Fairytale ataupun Barbie yang selalu berujung bahagia
namun saya sangat mensyukurinya. Banyak part
dalam kehidupan yang pasti akan membuat saya menyesal dan tidak jarang membuat
saya menjatuhkan air mata. Namun itu bukanlah penghalang bagi saya untuk tetap
bersyukur dan berdamai dengan diri saya sendiri.
Saya
menghabiskan masa kecil saya di sebuah desa yang sangat indah kini dan nanti.
Kampung halaman yang kini sangat saya rindukan. Tanah yang menjadi saksi bisu
saya belajar berjalan dan berbicara. Meski jauh dari kemewahan, masa kecil saya
adalah masa yang sangat indah. Saya bukan anak yang bergelimangan kasih sayang
namun saya juga bukan dari keluarga yang berantakan. Orang tua saya snagat
mengawasi kesehatan dan pendidikan saya namun mereka sama sekali tidak pernah
melarang saya untuk bergaul dengan teman-teman sekitar saya. Mereka memberikan
saya lahan yang sangat luas untuk berkreasi dan memilih jalan hidup saya.
Itulah
awal yang akhirnya membawa saya pada kehidupan yang saat ini saya pilih. Saya
melanjutkan pendidikan di tingkat SMP di Kota namun saya tetap berusaha mandiri
dan tidak merepotkan mereka. Meski saya menyadari saya adalah anak yang sangat
merepotkan, saya selalu berusaha mengurangi beban mereka. Saya tahu bagaimana
kerasnya mereka berjuang setiap harinya agar saya bisa makan dan menyekolahnya
walaupun mereka tak pernah mengatakannya pada saya.
Ayah
saya memang bukan seorang pejabat dan orang sukses yang bisa memberikan
kehidupan yang nyaman pada saya tetapi beliau selalu menghujani saya dengan
petuah yang kini membuat hidup saya kaya akan keikhlasan. Beliau tidak pernah
memberikan kehidupan yang nyaman sehingga kini saya bisa meraih kenyamanan
tersebut dari kedua tangan saya.
Ibu
saya hanya ibu rumah tangga dari yang dulunya selalu mengorbankan dirinya untuk
anak-anaknya. Kini saya menyadari walaupun mimpi itu bukanlah mimpi yang besar
kini beliau dapat menghabiskan sebagian besar masa tuanya di rumah bersama
keluarga.
Saya
ingat saat SMP dulu saya bercita-cita menjadi Psikolog. Saat itu saya berusaha
menceritakannya kepada Ayah saya namun tampaknya beliau seperti tidak
menyetujuinya. Saya mengerti kondisi ekonomi orang tua saya dan saya tidak
pernah memaksa mereka mewujudkannya karena saya yakin suatu saat nanti saya
pasti bisa mewujudkannya. Saat memilih SMA, Tuhan membawa dan menuntun langkah
saya menuju sebuah SMA di Bali dengan beasiswa full dan juga fasilitas asrama yang sangat lengkap. Tuhan memang
tidak pernah meninggalkan umatnya dan saya memercayai itu. Saya sudah
membuktikannya. Hingga saat ini saya akan selalu bermimpi dan saya yakin
apabila saya tetap berusaha dan berdoa, saya akan dapat mewujudkannya.
Jumat, 30 Mei 2014
Aku Dalam Ceritaku
Singkat cerita aku hanyalah siswa
SMA yang sedang mencari jati diri. Menelusuri ke palung kehidupanku yang paling
dalam. Dalam sekali hingga membuatku takut akan terjatuh dalam permainan dalam
diri ini. aku tak pernah memandang diriku sebagai orang yang pintar, kaya
ataupun cantik. Hanya menikmati hidupku seperti yang diharapkan orang lain
(mungkin) dan juga diriku sendiri. Hidupku berjalan amat normal hingga aku
sempat berpikir bahwa ini adalah hal diluar batas kewajaran. Entah ini adalah
tulisan aneh keberapa yang aku tuangkan. Aku menulis hanya ingin menghabiskan
waktu 45 menit sebelum sumber penerangan utama di tempatku tumbuh kini redup. Sebenarnya
ada opsi lain yaitu begadang di tempat lain yang pernah terpikirkan oleh otakku
sendiri. Maka dari itu aku menolaknya.
Aku tak mengerti mengapa aku harus
menulis. Setidaknya untuk meringankan penat dari pahit, manis, asam, asin,
kecut pikiran orang hari ini tentang diriku. Sesungguhnya aku hanya mencari
pelarian untuk berlari dari kenyataan yang terus mengejarku. Aku ingin terus
berlari dan bersembunyi hingga akhirnya aku bisa mengubah kenyataan itu menjadi
pelangi. Mungkinkah itu hanya sebuah dongeng dari Negeri Barbie yang sering aku
tonton sejak umur 5 tahun hingga 16 tahun. Tidak. Aku mempercayainya. Aku hanya
berprinsip pada diriku sendiri. Aku anak 16 tahun yang sedang sibuk mencari
masa depan dan mengurusi masalah rumit yang tak pantas aku perdebatkan mungkin,
akan membuktikan pada dunia yang ingin meremehkan kemampuanku. Aku mendapatkan
banyak pelajaran selama 16 tahun silam dan otak ini serasa penuh dengan semua
itu. Biarkan hari ini sejenak aku merenung. Mengkaji kembali kesalahan yang ada
pada diriku. Berdamai sedikit dengan ego yang terus menyeruak dalam mataku. Aku
akan kembali memperlihatkan sinar yang akan menggetarkan pelosok dunia dan
menaku-nakuti mereka dengan kemampuan yang sebenanya juga mereka miliki.
Jika dibaca kembali sepertinya
tulisan ini penuh emosi. Bagi yang telah membacanya, tolong anggap ini hanya
sebagai bahan pelampiasan semata oleh remaja 16 tahun yang sedang mencari jati
dirinya sendiri. Terima kasih telah menyimak dan ikut dalam kisahku. :)
Kamis, 29 Mei 2014
Cerpen Abal-Abal
KASTA
DAN
PERSAHABATAN
24
Agustus 2013
Tepat 2 tahun sudah sejak ikatan ini
kita bangun. Entah mungkin karena harta, cinta, atau memang rasa tulus untuk
saling mengisi satu sama lain. Tapi, kini semua telah kita satukan bersama
dalam ikatan persahabatan. Inilah tempat kita untuk saling berbagi hal-hal yang
awalnya tak pernah terungkap.
Putu Ayu Ningrum Purnama
Mungkin tak pernah terpikirkan untuk
bisa berada ditengah-tengah kalian. Aku hanya sebutir debu jika dibandingkan
dengan kalian semua. Terima kasih. Kalian telah membuatku percaya bahwa sahabat
tak akan pernah berubah.
Ida Bagus Putra Nada Kepakisan
Persahabatan ini sudah seperti rumah
bagiku. Hanya kalian yang bisa memberikan arti sahabat yang sebenarnya. Aku tak
pandai mengungkapkan segalanya dengan kata-kata. Namun percayalah, hanya kalian
yang bisa melihatku sebagai Nada yang sebenarnya.
Sang Ayu Putu Candra Gita Pratiwi
Aku sudah lama mengenal Dita
sebelumnya. Saat bertemu dengan Ningrum, Nada, dan Arum rasanya seperti
menambah anggota dalam keluarga. Dari awal aku memang orangnya cukup gampang
untuk akrab dengan orang lain dan itu menyenangkan.
Cok Gede Adipati Dita Mahendra
Sama seperti Candra, aku juga orang
yang dekat dengan banyak orang. Maaf ya. Bukan bermaksud sombong, tapi mungkin
hal itulah yang aku rasakan. Mungkin inilah yang dinamakan takdir. Kita semua
dipersatukan untuk saling berbagi.
Pande Kadek Arum Wrastiti Manik
Cuma 1 kalimat mungkin untuk
kalian. Terima kasih telah membuatku berharga disini.
Love
Letter
Ningrum,
Nada, Chandra, Dita, dan Arum
***
“Ya
ampun. Keren banget ya kita,” gumam Dita seketika.
“Apanya
coba yang keren? Orangnya aja ada yang kayak kambing gitu,” canda Chandra
sambil menunjuk Nada yang sedang merapalkan sesuatu.
“Mbing,
kamu ngapain itu? Ngafalin mantra atau mau berubah jadi pemangku[1]?,”
goda Chandra lagi yang tak pernah lelah menganggu Nada.
“Dia
lagi belajar puisi buat lomba, Chan,” ujar Arum menengahi.
“Puisi?
Kambing bisa baca puisi?” balas Chandra lagi.
“Eh,
nenek reot. Diem nggak? Gue sumpal
biar lo nggak bisa ngomong baru tahu rasa,”
ucap Nada yang tiba-tiba emosi dengan nada yang lucu.
Chandra
terbahak-bahak karena hal itulah yang sebenarnya ia nantikan.
“Ningrum
mana ya? Kok nggak ada keliatan dari tadi?” tanya Dita seketika.
“Paling
lagi galau mikirin Gusman,” sahut
Arum cuek.
“Ya
ampun ya, itu anak sudah 1 tahun kayaknya PDKT nggak juga jadi-jadi” ujar Chandra sewot.
Diantara
mereka berlima, memang Ningrumlah yang paling banyak terkena gosip pacaran
sedangkan yang lain tampak sangat have
fun dengan status jomblonya. Ningrum sendiri juga seperti itu, namun ia
bingung dengan perasaannya dengan Gusman. Terlepas dari berbagai masalah yang
terjadi, mereka tetap bertahan hingga 2 tahun ini untuk tetap saling
menghargai, mengisi, dan berbagi satu sama lain.
***
Sudah
2 jam sejak perayaan hari jadi persahabatan mereka. Semuanya masih berada
dirumah Arum yang selalu menjadi markas mereka. Selain paling dekat dengan
sekolah, rumah Arum merupakan rumah dengan stok makanan terbanyak dan penghuni
paling sedikit diantara semuanya. Disanalah mereka sekarang, sedang sibuk
dengan pikiran masing-masing sambil sesekali bersenda gurau.
Mungkin
persahabatan ini memang sangat berarti bagi mereka semua. Walau tak pernah
terucap secara langsung dari mulut mereka, itu semua terpancar saat mereka
tertawa ataupun kesedihan yang mereka alami. Sahabat itu sangat terasa saat
kita benar-benar memahami perasaan masing-masing. Itulah yang mereka rasakan
saat itu. Meski awal itu selalu tak mudah, namun mereka berhasil menjalaninya
dengan kebijaksanaan yang semakin hari akan semakin terasah.
***
“Mengapa
kalian ingin bersahabat denganku? Aku yang hanya berasal dari orang biasa dan
lain dengan kalian yang berasal dari Kaum diatasku?” tanya Ningrum saat itu.
“Ningrum,
kamu bukan satu-satunya orang dengan Kasta Sudra. Masih ada Arum yang sama
denganmu. Lebih dari itu, kita semua sekarang berada disini bukan karena Kasta
tapi karena ikatan yang melekat dalam diri kita,” ucap Dita yang memang paling
dewasa diantara mereka semua.
“Iya,
kamu nggak perlu merasa seperti itu.
Kita disini semua sama. Sama-sama diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Terlepas
dari Kasta, itu bukan tolak ukur dari sebuah persahabatan. Yang terpenting
disini, kita bisa saling berbagi dan memahami satu sama lain. Ayo dong, masa
jaman udah modern kayak begini,
sahabat aja harus mikir rentang Kasta sih? Jika disamakan dengan zat didunia
ini, sahabat kayak partikel penyusun yang persediaannya banyak dan bisa dipilih
dengan bebas, yang penting kita bisa berikatan dengan baik,” ujar Chandra yang
tiba-tiba genius dan tak pernah lepas dari candaannya.
Mendengar
petuah dari Chandra, mereka semua hanya bisa tertawa seperti hal itulah yang
terlucu didunia. Itulah persahabatan, tak pernah memandang rentang kasta dalam
setiap ikatannya.
Senin, 20 Januari 2014
ANALYSIS STORY BASED ON THE QUESTION
Sleeping
beauty was one of narrative text that tells us about a beauty princess that has
been slept because of the damnation but it destroys by the handsome prince.
Once there was a royal couple who grieved very much because they had no
children. When at last, after waiting a long time, the Queen presented her
husband with a little daughter. Unhappily, the old fairy came and she wishes
that the princess grew up into a young lady, and learned to spin; she might
prick her finger with the spindle and at once die of the wound. Along time, the
princess grew up the fairest woman in the world, have a temper sweet as an
angle, perfectly graceful and gracious, sing like a nightingale, dance like a
leaf on a tree, and possess every virtue under the sun. But in fifteen years
old, the princess does indeed find an old woman spinning at a wheel in a
forgotten tower and pricks her finger, falling down in a deep sleep. The
curse is so powerful that the whole kingdom also falls asleep. One
hundred years later a Prince searches for the enchanted princess. The thorns
that grow around the castle part for him and he finds Briar Rose, kissing her
to wake her. The kingdom awakens from the spell and the Prince and Briar
Rose are married.in this story, the main character is the princess. Point of
view in this story is omniscient third person narrator because either gives the
reader access into the consciousness of more than character or focuses on more
than one character. This story has the same plot with Snow White but different
type of process of the princess to die in short time. If in Snow White story,
the princess die because of apple that given by the enchantress. The sentence
that very significant in this story is “At this young Prince, who had the
spirit of hero, determined to find out the truth for himself”. That sentence
means the prince was a very courageous person. The rate for this story is 8
because the reader still can find some weaknesses from this story.
Langganan:
Postingan (Atom)